Sunday, 16 June 2013

Hipertensi Paru


Hipertensi Paru : Penyakit Fatal Tanpa Gejala Khusus
 Tekanan darah tinggi ( hipertensi ) bukan lagi penyakit yang asing. Penyakit ini berkaitan dengan tingginya te­kanan darah di pembuluh da­rah sistemik. Tapi bagaimana dengan hipertensi paru. ( hiper­tensi pulmonal )? Yang ini me­mang tidak populer, namun bu­kan berarti tidak ada penderitanya di sekitar kita. Hipertensi paru ternyata tak ada kaitannya dengan penyakit hipertensi yang kita kenal. Ini adalah penyakit serius di mana tekanan pada arteri di paru - pa­ru tidak normal. Normalnya, tekanan arteri paru - paru ada­lah 30 -40 mmHg. Jika tekanan mencapai 40 - 60 mmHg dikate­gorikan tekanan sedang. Sedangkan tekanan berat jika su­dah di atas 70 mmHg.
Jika Anda perokok, maka An­da layak berhati - hati. Sebab, Anda termasuk kelompok orang yang berisiko menderita hiper­tensi paru. Begitu pula mereka yang menderita penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK ).
Dokter Bambang Sigit Riyan­to SpPD, penanggungjawab Po­liklinik Paru Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta, menjelas­kan, ada dua macam hipertensi paru, yakni hipertensi paru primer dan sekunder. Jenis yang pertama ( hiperten­si paru primer ) terjadi karena ada kerusakan primer pada vaskulatur pulmoner ( sistem vaskulatur di paru – paru ) yang menyebabkan timbulnya kela­inan - kelainan di pulmoner se­cara primer. " Hal ini akan me­nimbulkan tekanan darah ting­gi di pulmoner," kata Bambang.
Sedangkan hipertensi paru se­kunder diakibatkan oleh pe­nyakit paru, utamanya. PPOK. PPOK adalah penyakit paru yang disebabkan oleh bronkitis kronis dan emfisema paru. Bronkitis kronis sendiri pada umumnya disebabkan oleh asap rokok. Tampilan klinis dari bronkitis kronis adalah batuk lama, minimal tiga bulan dalam satu tahun. Namun, bukan ha­nya bronkitis kronis yang di­tandai oleh gejala - gejala seper­ti itu. Tuberkulosis paru, asma, dan kanker paru juga menim­bulkan gejala yang sama. Ka­rena itu, dalam menegakkan diagnosis, dokter harus benar - be­nar teliti. "Kalau semua itu  ( tuberkulosis, asma, dan kanker paru ) bukan, berarti bronkitis kronis," kata sekretaris SMF Paru RS Dr Sardjito ini.
Lain halnya dengan hipertensi paru sekunder yang disebabkan oleh emfisema. Di sini, hiperten­si paru terjadi karena ketidakse­imbangan faktor protease ( penyebab rusaknya jaringan / pro­tein ) dengan antiprotease ( yang melindungi supaya tidak terjadi kerusakan ). Emfisema sendiri adalah suatu keadaan di mana paru - paru mengembang tetapi abnormal, karena terjadi keru­sakan pada alveoli. " Sehingga, walaupun parunya membesar, tetapi ruang / luas jaringan yang dipakai untuk ventilasi pertu­karan oksigen, sempit," jelas Bambang.
Bisa merenggut nyawa
Siapapun yang menderita PPOK biasanya akan berujung pada hipertensi paru sekunder.       " Ini sudah merupakan perja­lanan alamiah," kata Bambang. Akibat PPOK, pembuluh arteri di paru -paru akan meng­alami kekakuan. Tekanan darah pada pembuluh arteri tersebut juga meningkat. Selanjutnya, terjadi pembe­saran bilik jantung kanan, dan lama - kelamaan akan terjadi kelemahan bilik jantung kanan yang dikenal dengan gagal jantung kanan. Pada kondisi ini, gambaran klinis yang di­tunjukkan penderita antara lain: kaki bengkak, penumpuk­an cairan di rongga perut, dan jantung membengkak. Cepat atau lambat, gagal jantung ka­nan bisa diikuti dengan gagal jantung kiri.
------------- Artikel selengkapnya dalam format PDF ----------------

3 comments: