Thursday 9 May 2013

Manfaat Garam



Garam, Antara Manfaat dan Mudarat
Sepanjang sejarah manusia, garam (sodi­um klorida, NaCI) menjadi komoditas yang penting. Garam memiliki beragam kegunaan. Dalam makanan, garam tidak hanya digunakan sebagai bumbu, tapi juga se­bagai zat pengikat, pengawet, pen­gontrol warna, untuk memperbaiki tekstur, dan pengontrol fermentasi.
Sebagian besar produk garam dunia digunakan untuk industri kimia. Garam adalah zat dasar yang digunakan dalam produksi zat kimia lain, misalnya kaustik soda yang digunakan untuk membuat sabun dan kertas. Zat kimia yang dibuat dari garam penting dalam pembuatan gelas, kain sintetis, kulit, pupuk, zat pendingin pada pembangkit listrik tenaga nuklir, celupan tekstil, dan bahan peledak.
Garam juga berperan sangat penting dalam tubuh kita. Setiap sel dalam tubuh kita mengandung garam. Inilah mengapa air mata dan keringat terasa asin. Garam memiliki peran penting dalam menjaga tubuh agar tetap berfungsi dengan baik. Ketika kita olah raga, ketika kita kepanasan, dan ketika kita mengalami peruba­han fisiologis (misalnya sewaktu hamil atau menua) peran garam makin fundamental.
Peran garam paling penting adalah menjaga keseimbangan cairan tubuh yang membawa oksi­gen dan zat gizi ke seluruh tubuh. Dua unsur garam, sodium dan klorida berperan penting dalam tubuh. Sodium memungkinkan terjadinya transmisi impuls saraf, mengatur muatan listrik yang ma­suk dan keluar sel, membantu otot, termasuk kontraksi jantung, dan memungkinkan sel darah merah dalam aliran darah membawa ok­sigen ke jaringan dan membuang karbon dioksida yang berbahaya. Klorida berperan dalam proses pencernaan, menjaga keseimban­gan asam basa, dan penyerapan potasium.
Kelebihan asupan garam
Tubuh kita tidak akan berfungsi dengan baik kecuali jika rasio air dan garam dalam darah tetap mendekati konstan. Asupan garam yang berlebihan dapat menimbulkan sejumlah masalah kese­hatan seperti asma, osteoporosis, rasa panas dalam perut, kanker pe­rut, hipertropi ventrikular kiri (pembesaran jantung), gagal jan­tung, sirosis, stroke, sindrom ne­protik, hipernatremia, edema, bisul perut dan usus 12 jari, tekanan darah tinggi, dan kematian (memakan garam dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat bisa fatal. Bahkan di Cina, memakan larutan garam digu­nakan sebagai cara tradisional un­tuk bunuh diri).
Kaitan antara asupan garam yang tinggi dan timbulnya masalah kesehatan merupakan hal yang kontroversial. Sebagian Kalangan menyatakan mengonsumsi garam berlebihan memang berisiko, na­mun terlalu dilebih-lebihkan. Penelitian-penelitian mengenai hal tersebut dianggap terlalu terbatas, menggunakan sampel yang terlalu kecil dengan waktu yang terlalu pendek, dan hasilnya bisa ditafsirkan dalam beragam cara.
Efek garam terhadap asma dan osteoporosis belum mencapai kon­klusi yang tegas. Pengaruh garam terhadap tekanan darah tinggi (hipertensi) pun masih jadi bahan perdebatan. Morton Satin, Direk­tur Teknis dan Urusan Peraturan Salt Institute di Amerika Serikat yang mewakili produsen garam. berkata, "Peran kunci sodium adalah untuk memoderatkan tekanan osmotik dalam sistem sirkulatori, jadi tak mengherankan, dan tak terbantahkan bahwa sodi­um berpengaruh terhadap tekanan darah."
la menambahkan, bagi sebagian orang konsumsi sodium yang ting­gi dapat meningkatkan tekanan darah, sementara bagi yang lain asupan garam yang rendah pun dapat meningkatkan tekanan darah. Bagi sebagian besar popu­Iasi yang tidak menderita tekanan darah tinggi, tidak ada data yang konklusif bahwa diet garam ren­dah dapat mencegah munculnya hipertensi. Hipertensi dipicu oleh beragam faktor.
Bagi mereka yang menderita hipertensi, mengurangi asupan garam mungkin dapat membantu, namun ada pilihan lain yang lebih efisien, seperti mengubah gaya hidup, memperbaiki diet, berolah raga, dan mengurangi konsumsi alkohol.
Kekurangan asupan garam
 Ginjal kita mempunyai kemam­puan untuk membuang kelebihan garam. Sebaliknya, ketika asupan garam lebih rendah dari yang dibu­tuhkan tubuh, ginjal akan berupaya mempertahankan garam yang ada sedapat mungkin. Namun, kemam­puan ginjal ini terbatas dan kemu­dian terjadi defisiensi (kekurangan) garam. Gejalanya berupa lemah, letih, lesu, pusing, kram, kelesuan di saat hari panas, dan kekurangan yang parah atau ekstrem bisa be­rakibat kematian.
Karena defisiensi garam bisa berbahaya, diet rendah garam harus dilakukan di bawah pen­gawasan dokter. Melakukan diet rendah garam di bawah pen­gawasan ahli ginjal bisa berman­faat bagi mereka yang ginjalnya tak mampu membuang kelebihan garam.
Banyak wanita hamil mengala­mi tekanan darah tinggi atau praeklamsia, khususnya selama kehamilan pertama. Untuk hal ini biasanya dianjurkan pembatasan asupan garam atau penggunaan diuretik. Namun, pembatasan garam justru meningkatkan insid­en praeklamsia. Bukti-bukti me­nunjukkan dengan mengikuti diet garam rendah, seorang wanita hamil bisa bermasalah dengan volume darah pada janin. Tubuh­nya kemudian mencoba mene­tralkan hal ini dengan pen­ingkatan lanjutan dalam tekanan darah.
Pembatasan asupan garam juga bisa berbahaya bagi para lanjut usia (lansia), khususnya saat cuaca panas. Para lansia biasanya kurang minum air dan kurang mampu menyesuaikan diri dengan cuaca panas. Garam hilang melalui keringat dan tak tergantikan, darah mengental dan tekanan darah naik. Ini menimbulkan ketegangan tambahan pada jantung dan dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Banyak minum air dan asupan garam yang cukup menjadi hal yang esensial. Berapa banyak Asupan garam yang dianjurkan? Departemen Kesehatan dan De­partemen Pertanian Amerika Serikat menyarankan orang dewasa membatasi asupan sodium sampai 2300 mg/hari (setara dengan 5,8 g atau satu sendok teh garam).
Di tahun 2005, kelompok ad­vokasi konsumen di Amerika Serikat, Center for Science in the Public Interest (CSPI) mengajukan petisi yang di antaranya berisi de­sakan agar badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat, FDA, mencabut status garam seba­gai bahan GRAS (generally recog­nize as safe atau bahan yang dike­nal aman), dan membatasi peng­gunaan garam, dalam makanan olahan dan restoran. Namun ke­mudian, organisasi Salt Institute mendesak FDA untuk menolak petisi yang mendesak pencabutan status GRAS garam.
Karena tuntutan kesehatan, be­berapa bahan pengganti garam ke­mudian digunakan. Mengganti garam untuk produk makanan bukanlah hal yang mudah karena akan memengaruhi sifat fisik, kimia, dan cara produksi produk makanan. Bahan pengganti garam seperti kalsium klorida, magne­sium klorida, dan potasium klorida mempunyai kelemahan seperti menimbulkan after-taste (rasa yang tertinggal di lidah) yang tidak enak. Untuk itu sejumlah industri ingredients terus melakukan pengembangan bahan pengganti garam sehingga memungkinkan para produsen makanan meng­hasilkan produk makanan rendah sodium.***
Akhmad Taufik,
Alumnus Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran.
sumber ; Pikiran Rakyat 5 Juni 2008

No comments:

Post a Comment